9.2.07

Kenapa harus belajar dari Belanda?

Kenapa harus belajar dari Belanda????????

Belanda sendiri belajar untuk pembangunan negaranya dari daerah-daerah jajahanya dulu sebelum dia seperti sekarang ini.

Sebenarnya kita belajar dari kearifan lokal saja yang dulu dipakai oleh belanda untuk menyempurnakan sistem tata air negerinya. Dulu Belanda juga kebanjiran dan sampai sekarang juga beberapa bagian wilayah dia tetap tergenang air. Hanya yang dikatakan banjir kan kalau ada korbannya (manusia, fauna/peternakan, flora/pertanian dll). Latah ya latah tapi kita harus yakin punya kearifan sendiri. Dan kalau ng ada korbanyya dikatakan genangan air/luapan air seperti yang terjadi di Kalimantan, Jambi dan Palembang muara, dan masyarakat penghuni rawa-rawa Indonesia.

Kondisi geografis Belanda (iklim dingin Eropa) sangat berbeda dengan geografis Indonesia (iklim tropis). Jadi kita juga punya keunggulan sendiri dalam penataan air.

Dan terkait dengan kearifan lokal DKI, harusnya komunitas kota tua: harus punya kepekaan dalam hal ini untuk mengangkat kearifan-kearifan loal dalam tata air masa lalu. Atau singkatnya jangan hanya sekedar lihat-lihat saja (wisata murni untuk kesenangan, seperti program-program kota tua yang sudah-sudah).

Sebagai contoh yang saya temukan:

  1. Kita Belajar sama Si Pitung (pelajaran dari si pitung saat ini belum diungkap tuntas, baru sekedar menjadi kebanggaan semu. (menangis si pitung di kuburnya melihat anak cucunya nyalahin air karena air mengorbankan dirinya). Duluuuuuuuuuuuu itu semua sudah diantisipasi oleh si Pitung. Meskipun die tinggal di Marunde yang ng jauh dari laut die ng pernah ngerasain kebanjiran. Die sadar bahwa die tinggal atau numpang hidup di tempat atau wilayah yang memang menjadi tujuan air mengalir atau tujuan air menggenang. Apa yang bisa kita ambil dari pola adaptasi si pitung ini yang harusnya komunitas kota tua pelajari dan diinterpretasi ulang dengan pemikiran modern (Megalopolitan maniak). Justifikasi Si Pitung untuk membuat rumah panggung itulah pelajaran berharga yang sebenarnya sudah ditinggalkan oleh masyarakat DKI Jakarta yang katanya masyarakat modern. Di samping rumah si pitung selalu ada perahu dan kuda, artinya apa? Mau tidak mau hidup di Marunde harus punya kendaraan 2 jenis (moda darat dan moda air). Tapi ape yang terjadi di Batavia saat ini, mereka hanya berlomba punya "kuda besi" alias mobil sebagai tolok ukur modern (inilah modern kebablasan). Perahunye mane? Perahu karet aja suseh peristiwa kejadian banjir 2002 dan 2007. Dan parahnya lagi pemerintah DKI pun mempersiapkan fasilitas kotanya hanya untuk darat, ya salah sendiri, ya ng?
  2. Adalagi banyak kearifan yang bisa kita ambil dari lokal yang sekarang dihargai hanya sebagai simbol-simbol saja, kalau mau didiskusikan lebih jauh, mari kita buat forum diskusi.
  3. Sebagai solusi tepat guna dengan kerangka reinterpretasi kearifan lokal Jayakarta/Batavia/Negeri Si Pitung menuju Era Megapolitan saya dan teman-teman Geografi UI sudah mempersiapkan, mungkin di kemas kerjasama dengan komunitas kota tua makin memilki posisi tawar kepada kebijakan-kebijakan pemerintah yang berorientasi luar tanpa memperhatikan kearifan lokal atau demi keselamatan dan kesejahteraan masyaakat anak cucu si Pitung di Era modern.
  4. Masyarakat Cucu Si Pitung harus punya Jati Diri Sendiri.

Wassalam semoga berguna.

1 comment:

awi said...

ya aku setuju banget, ngapain belajar sama Belanda kalo orang kita lebih baik dari Belanda, ya nggak? Orang Belanda juga nggak lebih baik dari kita koq. thanks. salam kenal.